Pages

Senin, 30 Desember 2013

CONTOH IMPLEMENTASI SILA KEEMPAT DAN KELIMA DALAM PANCASILA

IMPLEMENTASI SILA KEEMPAT DAN KELIMA DALAM PANCASILA

*      Implementasi Sila ke-4
  1. Contoh (1) : 2 Perampok Tewas di Hakimi Massa
  2. Contoh (2) : Akbar Faisal sayangkan sikap DPR di Kasus Century
*      Implementasi Sila ke-5
  1. Contoh (1) : Jayapura Terancam Krisis Air
  2. Contoh (2) : Pengungsi Gunung Sinabung Terlantar

Contoh (1) Sila ke-4
2 Perampok Tewas di Hakimi Massa
indosiar.com, Riau - Dua perampok di Minas, kabupaten Siak, Riau tewas di hakimi oleh warga. Kedua pelaku tertangkap basah warga saat akan merampok asrama di sebuah perusahaan setempat.
            Semula Ade dan Ucok dan lima rekannya Rabu (8/10) sekitar pukul 20.00 WIT, berencana merampok PT Arara Abadi di Minas, kabupaten Siak, Riau. Namun rencana mereka gagal, setelah satpam perusahaan tersebut memergoki mereka. Mereka kabur meninggalkan 4 sepeda motor serta tas yang berisi senjata api rakitan.
            Massa akhirnya berdatangan lalu mengejar mereka dan menangkap Ade, Ucok dan Edi. Sementara empat rekan mereka lainnya berhasil kabur. Massa yang beringas akhirnya menghajar mereka hingga Ade dan Ucok tewas. Sementara Edi yang babak belur, berhasil diselamatkan oleh polisi.
            Belum puas menghajar pera perampok tersebut, massa juga membakar sepeda motor RX king milik perampok tersebut. Polisi kini menangkap Edi, sedangkan mayat Ade alias Bento dan Ucok dikirim ke Rumah Sakit, Pekan Baru untuk di visum


Tanggapan
Kasus perampok yang dihakimi massa di Minas tersebut kami kaitkan dengan sila ke empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam kasus ini, satpam dan warga sekitar PT Arara Abadi di Minas, sewenang-wenang menghakimi perampok hingga tewas, tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu tindakan yang harus dilakukan pada perampok. Satpam dan warga masyarakat seharusnya mengambil tindakan yang sesuai dengan pancasila, lebih tepatnya sila ke-4, yaitu memusyawarahkan terlebih dahulu bagaimana perampok itu akan ditindak kemudian melaporkannya pada pihak yang berwajib

Contoh (2) Sila ke-4
Akbar Faisal sayangkan sikap DPR di kasus Century
Sindonews.com - Sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak tegas mengambil sikap sesuai koridor konstitusi dalam menuntaskan kasus tindak pidana korupsi pemberian Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century disayangkan Ketua DPP Bidang Politik dan Pemerintahan Partai Nasdem, Akbar Faisal.
Menurutnya, pemanggilan kembali Boediono ke Timwas disaat vonis bersalah telah dijatuhkan kepadanya pada saat paripurna menyangkut kasus ini, adalah mengulur waktu penyelesaian yang mengaburkan mandat konstitusi DPR.

"Seharusnya DPR segera memutuskan mengajukan Hak Menyatakan Pendapat (HMP)," ujar Faizal melalui pesan singkatnya, Minggu (8/12/2013).
Menurutnya substansi pemanggilan kembali Boediono semata-mata hanya pencarian panggung untuk kebutuhan 2014. Padahal, sudah jelas bahwa Boediono adalah orang yang divonis bertanggungjawab pada skandal Century sesuai rekomendasi opsi C.
"Atas nama kearifan berbangsa bertata negara, mengimbau Boediono memikirkan untuk mundur karena tidak lagi efektif melaksanakan tugas. Wapres Boediono terlihat tidak lagi bisa fokus melaksanakan tugas karena didera kasus yang tidak juga terlihat ujung penyelesaiannya ini," ujar Faisal.
            Faizal juga meminta KPK untuk sama gesitnya seperti yang dipertunjukkan pada kasus-kasus lainnya dalam menangani kasus ini, meski terlihat progres namun terlalu lambat pergerakannya.

            Faizal juga mendesak presiden untuk segera mengambil langkah-langkah yang signifikan agar negara ini segera terbebas dari jeratan kasus yang terus menerus berjalan tanpa kejelasan penyelesaian.

"Ada 2 pilihan bagi presiden yakni meminta Wapres mundur untuk fokus pada persoalan hukum masalah ini dan menghindarkan hingar-bingar politik ketika DPR memutuskan menggunakan HMP sesuai kewenangan DPR, atau, mendorong fraksi di DPR melanjutkan proses hukum tata negara," ujarnya.
Tanggapan
Kasus Akbar Faisal yang menyayangkan sikap DPR di kasus century tersebut kami kaitkan dengan sila keempat yaitu sila kerakyatan. Dalam kasus tersebut DPR berarti tidak tegas dalam mengambil keputusan atau tidak bersikap sesuai dengan koridor, Faisal juga mendesak presiden untuk segera mengambil langkah-langkah yang signifikan. Seharusnya Faisal tidak berpendapat seperti itu karena dalam mengambil suatu keputusan harus dimusyawarahkan dengan baik untuk mendapat suatu kebijakan yang benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara Indonesia

Contoh (1) Sila ke-5
Jayapura Terancam Krisis Air
Harusnya, tanggal 22 Maret diperingati warga Kota Jayapura secara khusus tapi juga Papua secara umum. Namun, tak ada peringatan berupa aksi atau seminar ilmiah soal air. Instansi pemerintah dan swasta yang selama ini bertanggung jawab mengelola air seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) terkesan tak mau ambil pusing. Hari air sedunia, 22 Maret, tiap tahun terkesan dianggap sepeleh. Tidak diperingati. Tanggal 22 Maret 2013 tahun ini juga mengalami hal serupa seperti sebelumnya. Semua orang khsusnya yang diam di Jayapura, terkesan malas tahu dengan air. PDAM pun demikian.

            Saat ini, dimana-mana debit air di kota ini terus menurun drastis. Karena, sudah tidak ada lagi daerah resapan air. Ketua Wirya Karya Provinsi Papua, Denny Patty mengatakan krisis air sementara ini mengincar Jayapura. Jika tak ada perhatian penuh terhadap air, maka krisis air bakal menerpa Kota ini. Karena, saat ini, terjadi penurunan debit air yang sangat tajam di mana-mana. Hal itu terjadi karena sudah tidak ada lagi daerah resapan air. Hutan juga sudah tak ada. Jayapura diprediksi, 10-20 tahun kedepan sudah tidak ada air.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Jayapura periode 2009-2014 harus terus menerus melakukan hearing dengan PDAM untuk menyikapi kasus ini. Namun, hampir masa jabatan dewan penyambung lidah rakyat di Kota Jayapura ini selama duduk di kursi empuk, tak terlalu ambil pusing soal air. Tak ada kemauan sendiri untuk meninjau wilayah-wilayah penampung air. Buktinya, selama menjabat lima tahun, baru sekali menggelar hearing dengan pihak PDAM pada 2011. Pertemuan itupun dilakukan berdasarkan tinjauan lapangan atas desakan warga kepada Dewan kala itu. Sebagaimana diberitakan surat kabar harian cenderawasih Pos edisi Kamis, 9 Juni 2011 menyatakan, untuk menindaklanjuti hasil tinjauan lapangan yang dilakukan Komisi B DPRD Kota Jayapura di sumber air bersih di daerah Entrop berdasarkan keluhan masyarakat terhadap minimnya pasokan air bersih saat musim kemarau, Komisi B DPRD Kota Jayapura mengundang pihak terkait untuk membahas masalah ini di ruang rapat Komisi B DPRD Kota Jayapura, Rabu, 8 Juni 2011
Tanggapan
Kasus Krisis air di Papua kami kaitkan dengan sila ke-5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini sangat tidak sesuai dengan sila ke-5 karena DPRD kota Jayapura tidak ada kemauan untuk meninjau wilayah-wilayah penampung air, bahkan sampai masa jabatannya sudah akan berakhir tidak ada respon dari pemerintah terhadap warga yang berada di wilayah yang tekena krisis air bersih tersebut. Itu menyebabkan warga Jayapura merasa tidak mendapat keadilan dari Pemerintah

Contoh (2) Sila ke-5
Pengungsi Gunung Sinabung Telantar
Tanah Karo - Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sumatera Utara (BNPB Sumut) bersama dengan TNI sangat menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten Tanah Karo karena sangat lamban dalam membantu masyarakat pengungsi Gunung Sinabung. "Banyak bantuan yang mau disalurkan terkendala tanda tangan dari Bupati Tanah Karo Kena Ukur Karo Jambi Surbakti. Bupati belum meneken surat penetapan penanganan bencana. Penanganan pengungsi mengecewakan," ujar Kepala BNPB Sumut, Asren Nasution, Rabu (18/9) sore.
            Asren mengatakan, lambannya penyaluran bantuan bencana pascaletusan gunung berapi tersebut, akhirnya membuat pengungsi menjadi telantar. Tidak sedikit dari mereka yang kelaparan akibat minimnya bantuan. Ada bantuan dari BNPB Pusat, Bulog, Basarnas Pusat, dan kementerian. Namun karena Bupati Karo belum menandatangani surat tanggap darurat tersebut, bantuan itu tidak bisa disalurkan. Dari BNPB Pusat ada bantuan dana sebesar Rp 300 juta untuk penyediaan pangan pengungsi, yang seharusnya dari sejak Selasa kemarin disalurkan. "Kita sangat menyesalkan lambatnya penanganan bencana ini. Masyarakat jadi banyak yang kelaparan. Seharusnya, dalam kondisi darurat seperti ini mempercepat proses administrasi. Hal yang terjadi sekarang justru terkesan diperlambat. Kita tidak mengetahui alasan kelambatan ini," tegasnya. Menurutnya, kondisi ini bisa membahayakan nasib pengungsi. Oleh sebab itu, perlu diambil keputusan yang cepat supaya pengungsi tidak terancam kelaparan. Padahal, bila bantuan dari BNPB Pusat itu masih kurang tentunya bisa diminta penambahan sesuai dengan kebutuhan.
Kepala Kesbangpol Linmas Pemkab Karo Ronda Tarigan membantah tudingan tersebut. Menurutnya, surat tanggap darurat tersebut sudah ditandatangani oleh Bupati. Bahkan, surat yang diteken itu sudah dikirim ke pusat dengan tembusan BNPB Sumut. Diduga, surat itu tidak sampai ke tangan Kepala BNPB Sumut. "Mungkin surat itu hanya sampai ke bagian anak buah, dan belum sampai ke tangan Kepala BNPB Sumut. Dalam surat itu ditetapkan masa tanggap darurat selama 7 hari, yaitu sejak tanggal 15 hingga 22 September nanti. Namun waktu tanggap darurat ini masih bisa diperpanjang jika kondisi gunung Sinabung terus mengeluarkan abu vulkanik," sebutnya.
            Selain memberikan bantuan makanan dan obat-obatan, pemerintah diminta mengerahkan tim medis untuk mengobati pengungsi yang sudah terserang penyakit. Banyak warga yang terserang penyakit batuk dan demam. "Masih banyak pengungsi yang kelaparan di tengah malam. Cuaca yang sangat dingin apalagi tinggal di tempat terbuka, membuat kami pengungsi merasa tersiksa. Dapur umum belum maksimal," Nurliana (42).
            Jumlah pengungsi arga akibat letusan Gunung Sinabung mencapai 4.739 orang. Mereka tersebar di delapan lokasi penampungan di Jambur Sempakata Jl Jamin Ginting sebanyak 1.453 orang.
Pengungsi lain di Klasis GBKP Jl Kiras Bangun sebanyak 590 orang, dan di GBKP Kota Jl. Kiras Bangun sebanyak 1.400 orang. Ada 60 orang pengungsi di Masjid Agung Jl. Veteran, dan di Sentrum Jl Nabung Surbakti ada 56 orang. Selain itu, pengungsi di Gereja Katolik Jl. Irian, sebanyak 60 orang, di Kecamatan Berastagi ada 700 pengungsi di Jambur Taras, dan di Kecamatan Payung ada 420 pengungsi. Seluruh pengungsi membutuhkan pertolongan.
Tanggapan

Kasus Terlantarnya pengungsi korban gunung sinabung ini kami kaitkan dengan sila ke-5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam kasus ini Bupati Kabupaten Karo mengesampingkan hak para pengungsi untuk mendapatkan bantuan sehingga para pengungsi merasa bupati Karo tersebut tidak berlaku secara adil kepada mereka para korban bencana gunung sinabung, sehingga para pengungsi merasa ditelantarkan oleh pemerintah yang tidak kunjung memberikan bantuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar